Minggu, 25 Desember 2011

Resep Bahagia Pernikahan dengan Polwan


Joni seorang perwira Polisi dan Istrinya seorang Polwan telah menikah selama 30 tahun dan belum pernah sekalipun mereka bertengkar ataupun mengalami hari-hari yang tidak mengenakkan bersama. Mereka selalu terlihat serasi dan mesra di setiap acara dan kesempatan bahkan hingga saat ini di penghujung masa pensiun mereka.

Banyak orang dan rekan kerja yang selalu memuji kehidupan pernikahan mereka. Akhirnya suatu ketika sebuah majalah Polri memutuskan untuk mewawancarai Joni mengenai rahasia dari pernikahan bahagia yang mereka jalani.

Joni bercerita :
Yahh..., peristiwa ini awalnya terjadi 30 tahun yang lalu pada saat kami sedang berbulan madu. Kami berdua sedang menunggang kuda di pinggir pantai, dimana tiba-tiba kuda yang ditunggangi istri saya tersandung, dan ia pun terjatuh. Tetapi istri tercinta saya bangkit dengan wajah yang gembira, tidak marah, tapi hanya mengucapkan 1 kata : " SEKALI ".

Lalu ia pun kembali menunggang kudanya dengan saya. Setelah beberapa menit kemudian, kudanya kembali tersandung dan istri saya jatuh untuk kedua kalinya. Tapi lagi-lagi, istri saya tetap bangkit dengan wajah yang tetap tersenyum, sambil berkata : " DUA KALI ".

Saat kami akan kembali ke villa tempat kami menginap, sang kuda kembali tersandung jatuh. Lalu, istri saya kembali menunjukkan wajah yang begitu menyenangkan, tapi kali ini ia mengeluarkan pistol dari dalam tasnya, dan "DORRR" !! Dia menembak mati kuda tersebut.

Saya sangat terkejut dengan reaksinya itu, dan langsung membentaknya:
"Heii, apakah kamu sudah GILA!?? kenapa kamu menembak kuda itu?".....

Istri saya menatap saya dengan wajah yang lembut dan mengucapkan satu kata : "SEKALI"..

Dan sejak hari itu, kami tidak pernah sekalipun bertengkar lagi dan itulah rahasia bagaimana pernikahan kami bisa bertahan dengan damai sampai 30 tahun ini.....

Haha..... Tenang saja sidang pembaca sekalian, gak ada kok Polwan Indonesia yang seperti itu. Ini hanya sebuah cerita jangan diambil hati ya rekan-rekan dan para senior Polwan..... XD

Sumber Inspirasi :
Majalah Jagratara The Police Magazine
Edisi 65, November 2011

Saat Sri Sultan HB IX terkena tilang


Kota batik Pekalongan di pertengahan tahun 1960an menyambut fajar dengan kabut tipis , pukul setengah enam pagi polisi muda Royadin yang belum genap seminggu mendapatkan kenaikan pangkat dari agen polisi kepala menjadi brigadir polisi sudah berdiri di tepi posnya di kawasan Soko dengan gagahnya. Kudapan nasi megono khas pekalongan pagi itu menyegarkan tubuhnya yang gagah berbalut seragam polisi dengan pangkat brigadir.


Becak dan delman amat dominan masa itu , persimpangan Soko mulai riuh dengan bunyi kalung kuda yang terangguk angguk mengikuti ayunan cemeti sang kusir. Dari arah selatan dan membelok ke barat sebuah sedan hitam ber plat AB melaju dari arah yang berlawanan dengan arus becak dan delman . Brigadir Royadin memandang dari kejauhan ,sementara sedan hitam itu melaju perlahan menuju kearahnya. Dengan sigap ia menyeberang jalan ditepi posnya, ayunan tangan kedepan dengan posisi membentuk sudut Sembilan puluh derajat menghentikan laju sedan hitam itu. Sebuah sedan tahun lima puluhan yang amat jarang berlalu di jalanan pekalongan berhenti dihadapannya.

Saat mobil menepi , brigadir Royadin menghampiri sisi kanan pengemudi dan memberi hormat.

“Selamat pagi!” Brigadir Royadin memberi hormat dengan sikap sempurna . “Boleh ditunjukan rebuwes!” Ia meminta surat surat mobil berikut surat ijin mengemudi kepada lelaki di balik kaca , jaman itu surat mobil masih diistilahkan rebuwes.

Perlahan , pria berusia sekitar setengah abad menurunkan kaca samping secara penuh.

“Ada apa pak polisi ?” Tanya pria itu. Brigadir Royadin tersentak kaget , ia mengenali siapa pria itu . “Ya Allah…sinuwun!” kejutnya dalam hati . Gugup bukan main namun itu hanya berlangsung sedetik , naluri polisinya tetap menopang tubuh gagahnya dalam sikap sempurna.

“Bapak melangar verbodden , tidak boleh lewat sini, ini satu arah !” Ia memandangi pria itu yang tak lain adalah Sultan Jogja, Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Dirinya tak habis pikir , orang sebesar sultan HB IX mengendarai sendiri mobilnya dari jogja ke pekalongan yang jauhnya cukup lumayan., entah tujuannya kemana.

Setelah melihat rebuwes , Brigadir Royadin mempersilahkan Sri Sultan untuk mengecek tanda larangan verboden di ujung jalan , namun sultan menolak.

“ Ya ..saya salah , kamu benar , saya pasti salah !” Sinuwun turun dari sedannya dan menghampiri Brigadir Royadin yang tetap menggengam rebuwes tanpa tahu harus berbuat apa.

“ Jadi…?” Sinuwun bertanya , pertanyaan yang singkat namun sulit bagi brigadir Royadin menjawabnya .

“Em..emm ..bapak saya tilang , mohon maaf!” Brigadir Royadin heran , sinuwun tak kunjung menggunakan kekuasaannya untuk paling tidak bernegosiasi dengannya, jangankan begitu , mengenalkan dirinya sebagai pejabat Negara dan Rajapun beliau tidak melakukannya.

“Baik..brigadir , kamu buatkan surat itu , nanti saya ikuti aturannya, saya harus segera ke Tegal !” Sinuwun meminta brigadir Royadin untuk segera membuatkan surat tilang. Dengan tangan bergetar ia membuatkan surat tilang, ingin rasanya tidak memberikan surat itu tapi tidak tahu kenapa ia sebagai polisi tidak boleh memandang beda pelanggar kesalahan yang terjadi di depan hidungnya. Yang paling membuatnya sedikit tenang adalah tidak sepatah katapun yang keluar dari mulut sinuwun menyebutkan bahwa dia berhak mendapatkan dispensasi. “Sungguh orang yang besar…!” begitu gumamnya.

Surat tilang berpindah tangan , rebuwes saat itu dalam genggamannya dan ia menghormat pada sinuwun sebelum sinuwun kembali memacu Sedan hitamnya menuju ke arah barat, Tegal.

Beberapa menit sinuwun melintas di depan stasiun pekalongan, brigadir royadin menyadari kebodohannya, kekakuannya dan segala macam pikiran berkecamuk. Ingin ia memacu sepeda ontelnya mengejar Sedan hitam itu tapi manalah mungkin. Nasi sudah menjadi bubur dan ketetapan hatinya untuk tetap menegakkan peraturan pada siapapun berhasil menghibur dirinya.

Saat aplusan di sore hari dan kembali ke markas , Ia menyerahkan rebuwes kepada petugas jaga untuk diproses hukum lebih lanjut.,Ialu kembali kerumah dengan sepeda abu abu tuanya.

Saat apel pagi esok harinya , suara amarah meledak di markas polisi pekalongan , nama Royadin diteriakkan berkali kali dari ruang komisaris. Beberapa polisi tergopoh gopoh menghampirinya dan memintanya menghadap komisaris polisi selaku kepala kantor.

“Royadin , apa yang kamu lakukan ..sa’enake dewe ..ora mikir ..iki sing mbok tangkep sopo heh..ngawur..ngawur!” Komisaris mengumpat dalam bahasa jawa , ditangannya rebuwes milik sinuwun pindah dari telapak kanan kekiri bolak balik.

“ Sekarang aku mau Tanya , kenapa kamu tidak lepas saja sinuwun..biarkan lewat, wong kamu tahu siapa dia , ngerti nggak kowe sopo sinuwun?” Komisaris tak menurunkan nada bicaranya.

“ Siap pak , beliau tidak bilang beliau itu siapa , beliau ngaku salah ..dan memang salah!” brigadir Royadin menjawab tegas.

“Ya tapi kan kamu mestinya ngerti siapa dia ..ojo kaku kaku , kok malah mbok tilang..ngawur ..jan ngawur….Ini bisa panjang , bisa sampai Menteri !” Derai komisaris. Saat itu kepala polisi dijabat oleh Menteri Kepolisian Negara.

Brigadir Royadin pasrah , apapun yang dia lakukan dasarnya adalah posisinya sebagai polisi , yang disumpah untuk menegakkan peraturan pada siapa saja ..memang Koppeg(keras kepala) kedengarannya.

Kepala polisi pekalongan berusaha mencari tahu dimana gerangan sinuwun , masih di Tegalkah atau tempat lain? Tujuannya cuma satu , mengembalikan rebuwes. Namun tidak seperti saat ini yang demikian mudahnya bertukar kabar , keberadaa sinuwun tak kunjung diketahui hingga beberapa hari. Pada akhirnya kepala polisi pekalongan mengutus beberapa petugas ke Jogja untuk mengembalikan rebuwes tanpa mengikut sertakan Brigadir Royadin.

Usai mendapat marah , Brigadir Royadin bertugas seperti biasa , satu minggu setelah kejadian penilangan, banyak teman temannya yang mentertawakan bahkan ada isu yang ia dengar dirinya akan dimutasi ke pinggiran kota pekalongan selatan.

Suatu sore , saat belum habis jam dinas , seorang kurir datang menghampirinya di persimpangan soko yang memintanya untuk segera kembali ke kantor. Sesampai di kantor beberapa polisi menggiringnya keruang komisaris yang saat itu tengah menggengam selembar surat.

“Royadin….minggu depan kamu diminta pindah !” lemas tubuh Royadin , ia membayangkan harus menempuh jalan menanjak dipinggir kota pekalongan setiap hari , karena mutasi ini, karena ketegasan sikapnya dipersimpangan soko .

“ Siap pak !” Royadin menjawab datar.

“Bersama keluargamu semua, dibawa!” pernyataan komisaris mengejutkan , untuk apa bawa keluarga ketepi pekalongan selatan , ini hanya merepotkan diri saja.

“Saya sanggup setiap hari pakai sepeda pak komandan, semua keluarga biar tetap di rumah sekarang !” Brigadir Royadin menawar.

“Ngawur…Kamu sanggup bersepeda pekalongan – Jogja ? pindahmu itu ke jogja bukan disini, sinuwun yang minta kamu pindah tugas kesana , pangkatmu mau dinaikkan satu tingkat.!” Cetus pak komisaris , disodorkan surat yang ada digengamannya kepada brigadir Royadin.

Surat itu berisi permintaan bertuliskan tangan yang intinya : “ Mohon dipindahkan brigadir Royadin ke Jogja , sebagai polisi yang tegas saya selaku pemimpin Jogjakarta akan menempatkannya di wilayah Jogjakarta bersama keluarganya dengan meminta kepolisian untuk menaikkan pangkatnya satu tingkat.” Ditanda tangani sri sultan hamengkubuwono IX.

Tangan brigadir Royadin bergetar , namun ia segera menemukan jawabannya. Ia tak sangup menolak permntaan orang besar seperti sultan HB IX namun dia juga harus mempertimbangkan seluruh hidupnya di kota pekalongan .Ia cinta pekalongan dan tak ingin meninggalkan kota ini .

“ Mohon bapak sampaikan ke sinuwun , saya berterima kasih, saya tidak bisa pindah dari pekalongan , ini tanah kelahiran saya , rumah saya . Sampaikan hormat saya pada beliau ,dan sampaikan permintaan maaf saya pada beliau atas kelancangan saya !” Brigadir Royadin bergetar , ia tak memahami betapa luasnya hati sinuwun Sultan HB IX , Amarah hanya diperolehnya dari sang komisaris namun penghargaan tinggi justru datang dari orang yang menjadi korban ketegasannya.

July 2010 , saat saya mendengar kepergian purnawirawan polisi Royadin kepada sang khalik dari keluarga dipekalongan , saya tak memilki waktu cukup untuk menghantar kepergiannya . Suaranya yang lirih saat mendekati akhir hayat masih saja mengiangkan cerita kebanggaannya ini pada semua sanak family yang berkumpul. Ia pergi meninggalkan kesederhanaan perilaku dan prinsip kepada keturunannya , sekaligus kepada saya selaku keponakannya. Idealismenya di kepolisian Pekalongan tetap ia jaga sampai akhir masa baktinya , pangkatnya tak banyak bergeser terbelenggu idealisme yang selalu dipegangnya erat erat yaitu ketegasan dan kejujuran .

Hormat amat sangat kepadamu Pak Royadin, Sang Polisi sejati . Dan juga kepada pahlawan bangsa Sultan Hamengkubuwono IX yang keluasan hatinya melebihi wilayah negeri ini dari sabang sampai merauke.

Depok June 25′ 2011
Aryadi Noersaid

SUMBER :
http://www.fakhrial-trafficinfo.com/2011/12/kisah-nyata-penuh-makan-sri-sultan-hb.html

Selasa, 20 Desember 2011

Lulus Polisi Pake D.U.I.T


Ada yang bertanya kepada saya, "Masuk Polisi itu harus pakai duit ya pak...??". Sebagai seorang Polisi mendengar pertanyaan seperti itu saya jawab saja sekenanya sambil tertawa dan bernada humor, "Iya masuk Polisi harus banyak-banyak pakai DUIT, alias :
D = Doa,
U = Usaha,
I = Ikhtiar, dan
T = Tawakal."

Tentunya dengan doa, usaha, ikhtiar dan tawakal yang sebenar-benarnya sesuai dengan syariat agama. Hehe..... suasana yang mulanya serius berganti dengan tawa dan canda. Setelah pembicaraan agak mencair, baru saya sampaikan bahwa masuk Polisi itu GRATIS gak pake bayar asal sehat jasmani, rohani dan tentunya pintar.

Di sela-sela senyum, sebenarnya saya merasa miris mendengar pertanyaan seperti itu. Tidak sekali, dua kali saya mendapat pertanyaan semacam itu. nampaknya sudah mengakar dalam masyarakat bahwa untuk menjadi seorang Polisi harus mengeluarkan / menyogok sejumlah uang. Padahal sudah seringkali disosialisasikan bahwa pendapftaran Polisi GRATIS.

Kalau ada Polisi yang mengaku bahwa dia masuk Polisi sehabis membayar sekian puluh juta, itu termasuk Polisi yang tertipu, padahal sebenarnya dia benar-benar lulus murni. Kenapa saya bilang begitu, nah... begini ceritanya.

Sebagai contoh, saya sebagai, "Makelar Calon Polisi". Saat penerimaan anggota Polisi dimulai, saya menawarkan kepada calon-calon Polisi yang mau mendaftar Polisi bahwa saya bisa membantunya supaya lulus menjadi Polisi dengan membayar sejumlah uang.

Setelah menebarkan janji manis, saya berhasil menjerat beberapa calon korban & berhasil panen uang dari mereka. Nah.... setelah seleksi penerimaan dimulai sebenarnya saya tidak membantu apapun sama sekali kepada mereka dalam setiap seleksinya. Calon tersebut dibiarkan berjuang mengikuti seleksinya sendiri & percaya saya yang membantunya dari belakang (padahal enggak... ^_^).

Setelah semua seleksi dijalani dan pengumuman hasil seleksi penerimaan Polisi dikeluarkan. Dari beberapa calon Polisi korbanku, ada sebagian yang lulus ada juga yang gagal. Korbanku yang gagal masuk Polisi kuberi berbagai alasan berupa kekurangan yang begitu mencolok sehingga dia tidak bisa dibantu dan uangnya saya kembalikan sehingga dia tutup mulut dan tidak lapor atau menuntut secara pidana.

Lain halnya dengan korbanku yang lulus menjadi Polisi, uangnya kuambil dan kuberi selamat kepada mereka. Merekapun berterima kasih dan mengira saya yang membantu mereka lulus menjadi Polisi. Padahal saya tidak membantu apapun, mereka hanya tertipu padahal mereka memang benar-benar lulus murni sedangkan uang mereka diambil. (T_T)

Jadi.... Jangan percaya apabila ada yang mengaku bisa membantu meluluskan menjadi Polisi. Cukup dengan D.U.I.T (Doa, Usaha, Ikhtiar, Tawakal) kepada Allah SWT maka bila Allah SWT menghendaki maka kita akan menjadi Polisi. Percayalah Allah SWT telah menetapkan rezeki hambaNya maka rezeki kita tidak bakal diambil orang. Kalaupun kita tidak lulus berarti Allah SWT cuma menunda rezeki kita atau telah menetapkan rezeki kita yang lebih baik di tempat yang lain.

Mungkin sebagian besar masyarakat bahkan Polisi sendiri jarang mendengar yang seperti ini atau kalaupun sudah mendengar tapi sulit untuk mempercayainya. Saya dulu juga hampir tidak percaya bahwa saya lulus murni tanpa uang. Tapi hal ini telah saya alami sendiri karena saya sendiri lulus Polisi tidak nyogok (^_^) Alhamdulillah..... Setelah menjadi Polisi ternyata banyak juga diantara angkatanku yang lulus murni tanpa sogokan. Tidak cukup itu, kubuktikan lagi dengan mencoba mendaftarkan adikku Polisi dan ternyata diapun lulus tanpa sogokan uang. Jadi, yakinlah saya bahwa masuk Polisi itu Gratis.....

Polri terus mensosialisasikan bahwa untuk pendaftaran Polisi itu gratis, selain itu Polri juga terus berupaya menjaring para calo maupun makelar yang mencoba menipu para calon Polisi. Tentunya semua ini tidaklah maksimal tanpa bantuan masyarakat, apabila mendapat tawaran dari calo maupun makelar untuk lulus Polisi dengan membayar sejumlah uang mohon dilaporkan ke Propam maupun Reskrim karena itu jelas penipuan. Yakinlah apabila anda ingin menjadi Polisi bila Allah SWT menghendaki pasti akan lulus dengan dibarengi dengan Doa, Usaha, Ikhtiar dan tawakal yang maksimal.

Bagi yang telah menjadi Polisi namun terlanjur membayar untuk lulus Polisi, sadarilah bahwa anda sebenarnya lulus secara murni karena skill, kemampuan & kompetensi saudara berdasarkan hasil seleksi penerimaan Kepolisian yang ketat, terbuka dan sportif. Namun, yang lalu biarlah berlalu selanjutnya jalankanlah tugas saudara dengan sepenuh hati dan profesional untuk melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat. Bravo Polri.

By Ahmad Ridha Zld





Artikel Terkait :

Lulus Polisi Dengan Sogok
Gak Mungkin Masuk Polisi Tanpa Duit

Selasa, 06 Desember 2011

Duka Bhayangkara dari Tanah Papua


Mengenang jasa para Prajurit Polri yang gugur di tanah Papua dan diseluruh NKRI dalam melaksanakan tugas sebagai abdi Masyarakat, Bangsa dan Negara. Hari ini aku berkata tentang hari yang indah, tentang angin dan hujan yang membasahi bumi dan tentang kata dari hati yang terberi.

Kawan kami mati demi sebuah perintah dan tanggung jawab dalam melaksanakan tugas yang mulia demi masyarakat, bangsa dan Negara. Kami dianiaya, dipukul dan dibunuh tanpa berkedip namun tiada HAM yang melindungi kami, akan tetapi saat kami mempertahankan diri maupun menegakkan hukum, kami malah dianggap melanggar HAM.

Entah HAM yang seperti ini adil atau tidak, yang pasti kami anggota Bhayangkara juga manusia biasa yang punya rasa dan jiwa, kami juga memiliki rasa sakit dan terluka, apalagi melihat rekan kami yang terkapar di sana. Tiada penghormatan, tiada penghargaan di saat kami tinggalkan keluarga kami, anak-anak kami, istri kami tercinta dan kembali dengan tubuh yang tak lagi bicara. Terpendam dalam tanah nan sunyi dalam pangkuan ibu pertiwi, hanya simpati dari rekan-rekan kami sesama anggota Polri yang menemani kepergian kami.


~ Salam dari Kami, Bintara Polri ~