Rabu, 05 November 2014

Kisah Nyata : Menabrak Polisi, Dapat Jodoh


Bismillahir-Rahmaanir-Rahim … Aku tak tahu, apakah ini kesialanku atau keberuntunganku. Satu yang kutahu, inilah jalan yang diberikan Allah untuk bertemu jodohku. Meski awalnya, aku merasa sial karena kecelakaan itu dan aku harus mengganti rugi tidak sedikit. Toh akhirnya justru kesialanku itu membawaku ketemu jodoh. 

Ceritanya begini, secara tak sengaja aku menabrak seorang polisi sepulang kuliah. Tak kusangka “motor butut”-ku bisa merusak total motornya yang bernilai puluhan juta. Perasaan, mataku sudah fokus ke jalan, tak jelalatan kemana-mana. Doa juga sudah kubaca saat aku menyalakan mesin motor di parkiran I kampus. 

Memang sudah apes dan inilah yang dinamakan takdir. Nggak diminta dan meski sudah hati-hati eh… nabrak juga, … polisi lagi. 
Aku dan motorku sempat juga jungkir balik, Alhamdulillah lukaku tak seberapa parah, meski jidatku sempat berdarah-darah dan tanganku terkilir, serta luka lecet hamper diseluruh tubuh. Meski tak sampai membuatku pingsan, aku harus merasakan mondok tiga hari di rumah sakit. 

Sementara polisi yang kutabrak tak separah aku. Tapi justru motornya yang parah, sempat aku ciut nyali saat temen-temen polisi dan orang-orang mengerumuniku. Di TKP teman-teman polisi itu justru yang marah-marah dan bersikap agak keras padaku, tapi mas polisi itu justru minta teman-temannya bersikap baik dan sabar padaku. 

 “Sudah, nggak papa namanya juga nggak sengaja, memang ada orang mau nabrak atau ditabrak? Jangan kasarlah aku baik saja kok. Kayaknya motor yang kena, nanti kan bisa diselesaikan baik-baik”. 

Aku dibuat kagum bahkan polisi yang kutabrak itu berbaik hati mengantarku ke rumah sakit dan mengabari keluarga dirumah. Selama tiga hari itu dia juga menyempatkan diri menjengukku di rumah sakit. 

Kami jadi akrab karenanya. Nah, setelah keluar dari rumah sakit aku mulai disibukkan urusan ganti rugi onderdil motor senilai puluhan juta itu. Ganti rantai saja nilainya jutaan rupiah, itu pun belum spare part lain. 

Makanya hampir seluruh tabungan hasil kerja sampinganku ludes semua. Tapi aku memang harus bertanggungjawab bukan? Aku tak mau menyusahkan orangtua soal ganti rugi, hingga aku bilang ke mas polisi cuma bisa mencicil sedikit demi sedikit. 

Seperti biasa, kali ini aku ke rumah mas polisi untuk mencicil ganti rugi. Ini keempat kalinya aku kesana. Sambil tersenyum dan mengucapkan terima kasih dia menerima “setoranku”. Dan seperti biasa pula kami ngobrol sejenak. Tak kusangka dia tiba-tiba bertanya, “sudah ada gambaran nikah belum?” tanyanya padaku sambil mesem-mesem. 

 “Ya kadang pingin juga mas, kerja kecil-kecilan insya Allah sudah ada, pinginnya nggak nunda-nunda, tapi jodohnya belum ada”. Jawabku sambil cengar-cengir. “Mau sama adikku? Serius nih, orangnya pake jilbab gedhe kamu carinya kan yang kayak gitu”. Mas polisi bilang gitu mungkin karena celanaku yang “kayak orang kebanjiran” seperti temen-temen kampus yang suka meledekku. 

 “Bener kok, serius!” Ujarnya menegaskan. 

Sore itu aku pulang dan berjanji memikirkan tawarannya. Setelah berkonsultasi dengan orang tua dua pekan kemudian kuberikan jawaban “Ya”. Tentu saja, akhwat dan keluarganya sudah tahu keadaanku yang perbedaannya ibarat langit dan bumi dengan mereka yang dari keluarga berada. Meski awalnya minder, sikap bapak akhwat yang begitu baik membuatku percaya diri, pesannya padaku singkat. 

“Laki-laki yang bisa menjadi imam dan tanggungjawab, satu lagi jaga anak perempuan saya, dia sepenuhnya saya titipkan ke kamu”. 

Meski diberi tanggungjawab yang tak ringan, hatiku serasa diguyur es, sejuk…. Rasanya. Aku segera pulang ke awang-awang sepulang nazhar. Mas Har, si mas polisi yang kutabrak itu mencegatku, ia menyerahkan amplop tebal padaku. 

“Ini uang yang kamu titipkan padaku, ini hadiahku tapi bener ya cepet jemput bidadarimu! Ia memukul pundakku ringan dan pergi tanpa memberiku kesempatan bertanya lagi.

Masya Allah, di rumah, begitu kubuka amplop ternyata isinya uang sesuai ganti rugi motor yang kuberikan kepada mas Har. Segera kuhubungi mas Har lewat telepon, tapi ia tertawa ringan. 

 “Aku sudah bilang, itu untuk calon adikku”. 

Berkaca-kaca saat kututup telepon sambil tak henti-hentinya bersyukur. Sudah nabrak orang, dikasih adiknya, dipercaya orangtuanya, uang ganti ruginya masih dikembalikan padaku. 

Semalaman aku tak bisa tidur entah karena senang atau bingung. Uang senilai hampir sepuluh juta itu, kuberikan sebagai mahar saat akad nikah buat istri. Tepat sebulan sebelum Ramadhan. 

Kini kami sudah punya 2 momongan, insya Allah beberapa bulan lagi akan bertambah seorang lagi. Mas Har menikah 2 tahun kemudian, ia baru punya satu momongan, Alhamdulillah kami semua hidup bahagia. Mas har dan istrinya juga mulai tertarik manhaj mulia ini. Dan itu menambah kebahagiaan kami. 

Wallahua’lam bish Shawwab …. 
Barakallahufikum …. 

SUMBER : Majalah nikah sakinah volume 9 no 6 dengan sedikit perbaikan tulisan via AsliBumiAyu.wordpress.com kemudian dipublikasikan oleh kisahmuslim.com dan dicopas oleh figurpolisi.blogspot.com

Kamis, 12 Juni 2014

Nyogok Polantas


Usaha seorang pengendara motor agar bisa "Damai" dengan Polisi Lalu Lintas.

Kamis, 08 Mei 2014

Motor Tanpa Lampu


Berniat malam Mingguan Ogleng pun pergi ke rumah pacarnya yang lumayan jauh dengan naik motor.

Di pinggir kota, dia dihentikan oleh seorang Polisi Lalu-Lintas. "Apa salah saya?" tanyanya.

"Anda mengendarai motor di malam hari tanpa lampu."

"Apa perlunya, Pak? lampu-lampu kan udah banyak. Di atas lampu, di rumah itu lampu, di sana lampu, masa masih perlu lampu lagi?" kata Ogleng.

Tak banyak kata-kata, Polisi itu pun langsung jongkok dan mengempeskan kedua ban motor Ogleng.

"Apa-apaan ini, Pak? Anginnya kok dikeluarin? Saya mau ngapel nih..."

"Lho, kamu ini gimana sih? Di sana ada angin, di situ ada angin, di depan ada angin, di belakang ada angin. Masa masih perlu angin lagi? Kebanyakan angin nanti kamu masuk angin lho".


SUMBER :
Majalah Dhirabrata, Edisi Maret 2014

Kamis, 30 Januari 2014

Menakuti Anak Menggunakan Nama Polisi


Kecintaan yang dalam pada anak, seringkali menjadikan orang tua menakut-nakuti anak agar mau menuruti orang tua. Sebagai contoh, "Nak... ayo masuk ke dalam rumah nanti ada hantu....", "Ayo makan, nanti ditangkap Polisi", dan banyak lagi cara pola asuh dengan cara menakut-nakuti anak. Namun sebenarnya pola asuh seperti ini tidaklah benar dan dapat berdampak buruk.

cara mendidik anak dengan menakut-nakutinya dengan hantu, Polisi dan nama lainnya sebenarnya tidaklah membantu dan pada akhirnya anak akan tumbuh menjadi pribadi yang penakut dan pembangkang. Dia akan takut kepada hantu dan Polisi bahkan setelah dia dewasa dia akan sangat benci dengan Polisi karena sejak  kecil sudah tertanam bahwa Polisi itu jahat, menakutkan dan harus dijauhi, padahal sebenarnya Polisi tidaklah untuk ditakuti.

Sebagai seorang Polisi sekaligus sebagai orang tua, saya memahami tidak mudah mendidik anak terutama tentang kedisiplinan, namun tentunya mendidik anak dengan menakut-nakutinya bukanlah solusi agar anak menjadi disiplin. Alangkah lebih bijak bagi kita untuk mengajarkan anak untuk melakukan dan tidak melakukan sesuatu dengan tidak melalui ancaman tetapi dengan ajakan. Kita jelaskan dengan bahasa sederhana alasan anak harus melakukan yang kita minta sebagai contoh "dengan rajin makan makanan bergizi, maka akan jadi sehat", dll.

Semoga anak kita tumbuh menjadi anak yang beriman, cerdas, sehat dan bertaqwa serta berbakti kepada orang tua. Aminn....

Oleh : Ahmad Ridha