Kamis, 04 November 2010
Meredam Perang di Pegunungan Bintang
Malam itu, Rabu, 10 Desember 2008 terdengar isyarat berupa teriakan-terikan histeris dari atas gunung oleh masyarakat dengan panah siap diluncurkan. Ada Kejadian di Pegunungan Bintang Papua, puluhan massa datang ke Polres untuk meminta kejelasan atas penemuan jenasah (kerangka) yang diduga kepala suku mereka yang telah hilang satu tahun yang lalu.
Keesokan paginya Kamis, 11 Desember 2008 dengan ditemani Kapolres Pegunungan Bintang, Perawat Suudin, tim reskrim dan ident dari Polda Papua berangkat dari bandara Sentani dengan pesawat Sky Treck milik Polri.
“YAKMUM” (dalam agama Islam Assalamu’alaikum) demikian Kapolres membuka orasi singkat sebelum dilakukan proses identifikasi, “….. kami beserta tim dari Polda Papua akan membantu membuktikan siapa sebenarnya kerangka ini…. Jadi tolong masyarakat tetap tenang dan mendukung ….”.
Perwakilan dari masyarakat juga angkat bicara “Kami masyarakat Pegunungan Bintang ingin mendapat kejelasan siapa sebenarnya jenasah (kerangka) ini, dari giginya yang hilang ini adalah Bapak kepala suku kami…. Kami menuntut kejelasan, kalau tidak kami siap perang…”.
Wah bisa kacau ini, dengan Bismillah kami turun ke TKP, proses demi proses kami lewati dengan serius dan berusaha tampil se-ilmiah mungkin, mulai dari pengambilan gambar, sketsa, label, kantong jenasah, sampai fase kedua kami lakukan di depan umum karena tuntutan situasi. Mencuci kerangka yang masih berulat, mencatat, mengukur sampai fase ketiga kami Tanya jawab dengan anggota masyarakat yang kehilangan anggota keluarga.
Ternyata melakukan proses identifikasi di depan umum membawa hasil, masyarakat merasa kagum dengan tahapan identifikasi, apalagi karena kesan menghormati jenasah sangat ditonjolkan. Alhamdulillah jenasah bisa diidentifikasi, dengan bantuan dari keluarga dan teman dekat korban yang menyatakan property yang ada di sekitar jenasah serta perhiasan yang dipakai (gelang kaki, gelang tangan, kaos, rokok, celana) menunjukkan milik kerangka yang ditemukan.
Kapolres akhirnya mengumumkan hasil yang dicapai bahwa jenasah bukanlah kepala suku mereka, masyarakat bisa menerima dengan ikhlas, melan-pelan mereka menurunkan panah dan tombak tanda perdamaian, Pemda mendukung dengan memberikan bantuan kepada keluarga korban. Akhirnya ketenangan kambali ke pegunungan Bintang.
Ingin rasanya kembali ke Jayapura setelah menyelesaikan tugas, akan tetapi kabut membuat penerbangan tidak bisa dilakukan. Akhirnya dengan Kepuasan tersendiri kami bisa tertidur pulas dalam dinginnya udara Pegunungan Bintang.
SUMBER :
Majalah Dokpol
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar